Translate

Kamis, 07 Desember 2023

JAWABAN Al QUR'AN ATAS RESAHMU

 السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

👉🏽Ketika kamu merasakan kesedihan, melihat kebenaran tak kunjung menang dan bahkan semakin hari semakin membuatmu bergeleng kepala menyaksikan kecurangan-kecurangan yang tiada putus,*_


_👉🏽"Kapankah datang pertolongan Allah❓” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat."*(Al Baqarah 214)*_


_*👉🏽Ketika kamu dipertontonkan laga manusia berlomba-lomba mencari dunia demi dunia. Duduklah dan dinginkan matamu dengan,*_


_👉🏽"Dan kehidupan dunia ini hanya senda-gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui." *(Al Ankabut 64)*_


_*👉🏽Ketika kamu mengira bahwa dunia itu tujuan utama sehingga kamu harus banting tulang mengumpulkannya, dan ketika ada yang membisikkan bahwa akhirat bukanlah segalanya, ternyata terbalik,*_


_👉🏽"Dan carilah negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.." *(Al Qashash 77)*_


_*👉🏽Ketika kamu gemetar menyangka orang-orang zalim akan berhasil membuatmu tak berdaya, kamu mengira bahwa mereka begitu rapi menciptakan tipu daya, ternyata kenyataannya adalah,*_


_👉🏽"padahal Allah mengepung dari belakang mereka" *(Al Buruj 20)*_


_*👉🏽Lalu mereka mengira bahwa dusta-dusta dan makar mereka akan terlupakan. Mereka yakin orang-orang beriman mudah melupakan kejahatan dan tak akan menuntut apa yang telah mereka lakukan, nyatanya*_


_👉🏽"dan Tuhanmu tidak lupa." *(Maryam 64)*_


_👉🏽"Tapi, kita kan lemah, kita tak ada apa-apanya dibandingkan kehebatan mereka menguasai sumber-sumber kekuatan", begitu kamu bergumam. Tapi Al Qur'an sudah bilang,_


_*👉🏽"Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi."* (Al Qashash 5)_


_👉🏽Al Qur'an memberikan energinya pada siapa yang mau datang padanya. Semakin kau dekat, semakin kau kuat. Itulah yang membuat mereka selalu mencari cara menjauhkanmu dari energi Qur'ani,_


_*👉🏽"Dan orang-orang yang kafir berkata, “Janganlah kamu mendengarkan (bacaan) Al-Qur'an ini dan buatlah kegaduhan terhadapnya, agar kamu dapat mengalahkan (mereka).”*(Fusshilat 26)_

Senin, 04 Desember 2023

Zikir Ringan Tapi Besar Pahala nya

 𝘕𝘢𝘮𝘱𝘢𝘬 𝘳𝘪𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘥𝘪 𝘣𝘪𝘣𝘪𝘳, 𝘵𝘢𝘱𝘪

       𝘉𝘦𝘳𝘢𝘵 𝘥𝘪 𝘵𝘪𝘮𝘣𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯

             


3× 𝘴𝘶𝘣𝘣𝘩𝘢𝘯𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩


3× 𝘈𝘭𝘩𝘢𝘮𝘥𝘶𝘭𝘪𝘭𝘢𝘩


1× 𝘭𝘢 𝘪𝘭𝘢𝘩𝘢 𝘪𝘭𝘭𝘢 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩


4× 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩𝘶 𝘢𝘬𝘣𝘢𝘳


1× 𝘓𝘢 𝘏𝘢𝘸𝘭𝘢 𝘸𝘢𝘭𝘢 𝘲𝘶𝘸𝘢𝘵𝘵𝘢 𝘪𝘭𝘢 𝘣𝘪𝘭𝘭𝘢𝘩


3× 𝘈𝘴𝘵𝘢𝘨𝘩𝘧𝘪𝘳𝘶𝘭𝘭𝘢𝘩


3× 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩𝘶𝘮𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘢𝘴𝘢𝘭𝘶𝘬𝘢 𝘢𝘭 𝘫𝘢𝘯𝘯𝘢𝘩


2× 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩𝘶𝘮𝘢 𝘪𝘯𝘢𝘬 𝘢𝘭 𝘢𝘧𝘶𝘶, 𝘵𝘶𝘩𝘶𝘣 𝘢𝘭 𝘢𝘧𝘶 𝘧𝘢 𝘢𝘧𝘶𝘶 𝘢𝘯𝘪


2× allahumma inni as'aluka ridhoka wal Janah


         𝘙𝘢𝘴𝘶𝘭𝘶𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘚𝘈𝘞 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘣𝘥𝘢:

   "𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 1 𝘪𝘭𝘮𝘶 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘥𝘢𝘳𝘪𝘬𝘶, 𝘥𝘢𝘯 𝘢𝘥𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘮𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘯𝘺𝘢, 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘸𝘢𝘭𝘢𝘶𝘱𝘶𝘯 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘵𝘪𝘢𝘥𝘢(𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭) 𝘱𝘢𝘩𝘢𝘭𝘢 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘭𝘪𝘳 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬𝘮𝘶".

Jumat, 01 Desember 2023

Mamaku yg tersayang

 Siapapun yang menulisnya, Terimakasih karena telah mampu membuat saya terharu... 😢😢😥😥😭😭😭


Mak......


Sudah dua tahun ini emak ikut tinggal di rumahku, emak yang sudah sepuh dan berusia tujuh puluh tahun lebih. Dulu emak tinggal berdua dengan bapak di desa, tapi semenjak bapak pergi mendahului emak, aku gak tega meninggalkannya sendirian, kuajak emak ke rumahku di kota.


Awalnya mas Ardi, kakak tertuaku sempat mengajak emak tinggal bersamanya tapi gak lama karena istrinya keberatan dengan emak yang makin hari makin rewel dan banyak maunya.


"Mbakmu kadang sudah nahan hati dengan kelakuan emak, Dik, cerewetnya minta ampun," keluh mas Ardi ketika mengantar emak ke rumahku.


Semakin senja tingkah emak seolah melampiaskan rasa ketika muda dulu. Emak dahulu terlalu menurut pada bapak dan gak pernah ada maunya, sekarang ketika tua rasa yang dahulu ia tahan dengan mudah ia ungkapkan.


"Nasi goreng pakai bumbu instan kayak gini gak enak."


"Pakaian jangan di-laundry, gak bersih, enak nyuci sendiri."


"Anakmu itu jajan terus, gak sehat entar batuk."


"Untuk apa beli hiasan dinding, buang-buang uang."


"Kalau hari Minggu jangan kesiangan, jangan pemalas."


Setiap hari, selalu saja omelan emak mewarnai hari-hariku. Ketiga anakku kadang kena sasaran ocehan emak, ada-ada saja yang salah di matanya.


"Dengarkan saja, Dik, gak usah diladeni, wajar orang tua," nasehat suamiku ketika aku mengeluhkan sikap emak yang kadang menjengkelkan.


"Kadang aku emosi juga, mas, kalau lama-lama kayak gini."


Suamiku tersenyum dan mencubit pipiku. "Alhamdulillah kita masih diberi nikmat merawat orang tua, jangan sampai kelak kita menyesal ketika dia sudah tiada."


Aku bergeming, benar juga.


***


Hari Senin pagi, suamiku masih dinas di luar kota, kebetulan yang bantu di rumah terlambat datang. Anak-anak rewel, mandi pun harus ribut, sarapan mesti berantem dan pakai seragam lambatnya setengah mati.


"Ayo, Nak, buruan entar mama terlambat," ucapku gusar. Jam delapan pagi ini ada rapat di kantor.


Semalam aku gak enak badan, batuk dan pilek mungkin kecapekan karena sudah tiga hari begadang mengerjakan laporan.


"Nak, cangkul kita dimana ya?" tanya emak ketika aku sedang memakaikan sepatu si bungsu.


"Gak tahu, Mak, tanya Bi Inah saja di belakang," jawabku. Ada-ada saja emak ini, dikala orang sibuk pagi-pagi dia sibuk nanyain cangkul.


"Kata Bi Inah dia gak tahu," ucap emak lagi.


"Cari di belakang, Mak," jawabku kesal. Apa mendesaknya coba mencari cangkul di jam genting seperti ini.


"Aisyah ayo nak buruan." Aku memanggil putriku yang dari tadi tak keluar kamar. Waktu semakin bergerak meninggalkan angka tujuh, aku semakin gelisah.


"Bentar, Ma, masih nyari buku PR semalam, gak ketemu," jawab Aisyah.


"Mama tunggu lima menit, adikmu sudah di mobil semua. Kalau kamu belum keluar kami tinggal."


"Nak, kamu cari dulu cangkul, toh kamu belum pergi," ucap emak gusar.


Aku bergeming, malas menanggapi emak.


"Nak, ingat dulu dimana kamu naruh cangkulnya." Emak mendesak, raut wajahnya pun terlihat kesal.


Aisyah putriku berlari keluar rumah, ia segera masuk ke mobil.


"Aku dan anak-anak berangkat ya, Mak." Aku mengambil punggung tangan emak dan menciumnya cepat.


Emak menarik lenganku, "cari dulu cangkulnya," ucap emak.


"Entar sore ya, Mak. " Aku tersenyum, berusaha sabar.


"Emak mau sekarang!" Emak membentak.


"Mak, aku ini sudah terlambat, hari ini ada rapat, kalau persentasiku gagal bisa gawat. Emak jangan buat masalah dong, untuk apa coba nanya cangkul sekarang? Wajar saja kalau istri mas Ardi gak betah sama emak kalau rewel kayak gini." Aku beranjak meninggalkan emak, masuk mobil dan membanting pintunya. Kesal.


Sekilas kulihat emak terdiam dengan mata yang berkaca.


Jantungku berdetak cepat seolah ada yang mengejar, napasku terasa sesak dan kedua mataku memanas. Baru kali ini aku membentak emak, sebelumnya aku berhasil menahan diri dari kerewelan emak namun kesabaran ada batasnya. Meledak sudah amarah ini.


"Mama jangan kasar gitu dong sama nenek," ucap Aisyah putriku.


Aku diam.


"Biasanya kan mama sabar," Yusuf putra keduaku menimpali.


"Nenek bilang dulu waktu kecil mama orangnya rewel, kalau nanya gak bisa stop, tapi nenek suka. Itu artinya mama pintar kata nenek. Terus mama juga orangnya kalau ada mau gak bisa ditunda dan nenek bilang itu bagus artinya mama orangnya gigih." Aisyah berkata pelan.


Aku bergeming kehilangan kata-kata. Anakku benar, bukankah sifat emak dan aku kini sama? Kami sama-sama rewel, banyak maunya, selalu gigih bila ada keinginan tapi hanya ada satu yang membedakan. Emak menganggap sikapku ini sebagai sebuah anugrah dan dengan senang hati menerimanya, tapi aku? Dengan mudah aku menganggap emak sebagai beban.


Tak ada pembicaraan lagi di mobil hingga ketiga anakku turun dan masuk ke gerbang sekolah, ketiganya melambaikan tangan dengan mata yang juga berkaca. Emak yang bagiku rewel itu adalah kesayangan bagi putra putriku.


Aku menepuk setir mobil berkali-kali, sepuluh menit lagi pukul delapan, bila memacu kendaraan dengan cepat maka aku masih bisa ke kantor tepat waktu. Tapi ada yang mengganjal di hati, sebuah rasa berjudul penyesalan.


Baru dua tahun emak di rumah, emak pun tak sakit-sakitan, masih bisa makan, minum dan membersihkan diri sendiri, hanya sedikit rewel saja. Tapi aku, anak yang telah sembilan bulan dikandungnya, dua tahun disusui, belasan tahun dirawat dan disekolahkan hingga akhirnya menikah pun masih tetap menyusahkan. Begitu mudah aku menganggap emak sebagai beban.


Tubuhku bergetar dengan napas yang tersendat, tumpah sudah air mata ini. Emak.


***


Aku segera memarkirkan mobil di garasi dan berlari ke kamar emak. Persetan dengan rapat dan persentasi, aku harus segera memohon maaf emak. Paling-paling pekerjaanku akan diambil alih oleh teman kantor dan tahun ini gak dapat bonus. Itu gak penting, hati emak lebih berharga dari apapun, tak kan kubiarkan retak dan hancur.


Kedua mataku menyisir kamar emak yang kosong. Kemana emak? Aku berlari ke dapur.


"Mana emak, Bi?" tanyaku pada Bi Inah yang sedang mencuci piring.


"Di halaman belakang, Bu, entah lagi apa tapi kayaknya dari tadi ngucek-ngucek mata terus kayak nahan nangis gitu."


Segera aku ke halaman belakang rumah dimana banyak tanaman emak tumbuh subur. Emak sedang menggali sesuatu dengan pisau kecil ketika aku menghampirinya.


"Lagi apa, Mak?" tanyaku.


Emak menoleh dan tersenyum. "Gak ngantor?"


Aku menggeleng, "gak enak badan," bohongku.


"Emak tadi mau minta cangkul buru-buru karena mau gali jahe merah ini. Semalam emak dengar kamu batuk gak berhenti jadi emak mau buat wedang jahe biar bisa kamu minum sebelum berangkat kerja makanya tadi emak buru-buru." Emak masih menggali tanah dengan pisau kecil.


Aku bergeming.


"Mak gak berani pakai pisau dapur kamu, kan pisau mahal nanti rusak kalau kena tanah makanya tadi cari cangkul."


Ah bodoh, apa ini, dadaku kian sesak.


"Untung ketemu pisau kecil ini, peninggalan bapakmu dulu, ini emak sudah dapat banyak jahenya." Emak menunjukkan lima ruas jahe merah di telapak tangannya. Ia beranjak dan tersenyum. "Kamu istirahatlah, nanti wedang jahenya emak antar ke kamarmu. "


Ya Allah, ya Allah, berkali aku menyebut nama-Nya. Duhai hati alangkah mudah syetan merasuki diri, betapa rapuh pertahanan diri, durhakalah aku yang telah melukai hati wanita baik ini.


Aku segera berlari dan memeluk tubuh kurus emak. "Maafkan aku, Mak, maafkan, aku salah sudah membentak emak. "


Emak memegang pundakku dan tersenyum. "Gak apa." Emak kembali memelukku dan menepuk pundakku. "Istirahat lah, kamu lelah," bisik emak.


Setiap orang tua akan sangat bahagia menghabiskan waktu merawat anaknya namun sebaliknya tak semua anak memiliki ketulusan dalam merawat orang tuanya walau hanya hitungan tahun.


Itulah ibuku ibumu ibu kita


Ingat mak,karena belum sempat membahagiakan beliau😭😭😭

Kekurangan pasangan kita

 Sepasang suami istri sedang makan malam, sang istri membuka pembicaraan. Istri : “Suamiku sayang, bolehkah aku usul ???” Suami : “Boleh is...