Translate

Jumat, 07 Oktober 2022

𝗞𝗹𝗶𝗲𝗻 𝗦𝗲𝗯𝗮𝗴𝗮𝗶 𝗚𝘂𝗿𝘂 𝗦𝗽𝗶𝗿𝗶𝘁𝘂𝗮𝗹 𝗱𝗮𝗻 𝗞𝗲𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽𝗮𝗻


Beberapa hari lalu, salah satu hipnoterapis AWGI, Linda, berbagi kisah perjalanan, pengalaman, pertumbuhan pemahaman dan kondisi batinnya setelah berpraktik hipnoterapi sekitar dua bulan. Linda selesai pendidikan hipnoterapi di AWGI awal Agustus 2022. 


Linda cerita bahwa ia mengalami kondisi up and down dalam proses pengembangan batinnya. Di bulan pertama Linda berpraktik, ada banyak klien yang berhasil ia bantu dan berhasil lepas dari masalah yang telah mendera hidup mereka selama puluhan tahun. Dan ada juga yang Linda tidak berhasil bantu. 


"Kegagalan" ini membuat Linda sangat tidak nyaman dan menjadi beban dalam dirinya. Ia mulai meragukan kemampuan dirinya. Linda ingat di kelas saya selalu tekankan bahwa hipnoterapi adalah kontrak upaya, bukan kontrak hasil. Walau secara pikiran sadar Linda mengerti benar maksud pernyataan ini, namun di pikiran bawah sadarnya, lain lagi ceritanya. Ia tetap merasa terbebani dengan "kegagalan" ini. 


Untungnya Linda berdikusi dengan rekan sejawatnya, hipnoterapis seangkatan dirinya. Dari diskusi dan hasil perenungan mendalam, Linda akhirnya sadar bahwa ia telah lari dari tujuan pertama dan utama ia belajar hipnoterapi, yaitu membantu lebih banyak orang untuk menjadi diri mereka yang lebih baik lagi. 


Ia akhirnya sadar bahwa praktik hipnoterapinya telah dicemari oleh emosi negatif, serakah dan sombong. Menurut Linda, ia serakah karena terus berharap hasil terapi sesuai dengan keinginannya, yaitu semua kliennya sembuh. 


Di mana letak keserakahannya? 


Keserakahan adalah emosi negatif berlandaskan perasaan senang. Saat seseorang merasa senang, mengalami perasaan nyaman atau emosi positif karena sesuatu hal, ia ingin kembali merasakan dan menikmati perasaan serupa. 


Bila ia berhasil mengulang dan mengalami kembali perasaan senang ini, dorongan untuk terus mengulanginya menjadi semakin kuat, seperti bola salju yang menggelinding. 


Linda juga sadar bahwa ia telah menjadi sombong. Ia sombong karena merasa harus bisa mengatasi masalah-masalah kliennya. Klien datang dengan membawa harapan sembuh, dan Linda merasa harus bisa menyembuhkan mereka. 


Padahal, tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan hipnoterapi. Dan menurut Linda, jam terbangnya sebagai hipnoterapis baru dua bulan. Ini masih awal dan perjalanan masih panjang untuk terus mengasah diri mengembangkan kompetensi terapeutiknya. 


Keserakahan dan kesombongan ini, menurut Linda, akhirnya berdampak negatif pada dirinya, dan mengakibatkan penderitaan, perasaan terbebani, tidak nyaman, merasa ragu dengan kemampuan diri. 


Akhirnya, dengan penuh kesadaran Linda berhasil melepaskan pikiran-pikiran tidak penting dan fokus pada tujuan utama ia belajar hipnoterapi, dan terus mengembangkan rasa welas asih (compassion) untuk sesama. 


Linda fokus pada proses terapi dan memahami bahwa ia tidak bisa mengendalikan hidup klien. 


Saat ini Linda praktik hipnoterapi dengan lebih relaks dan masih terus belajar dari kasus-kasus yang diceritakan oleh rekan-rekan senior di Telegram Hipnoterapis AWGI. Yang penting adalah ia telah melakukan upaya maksimal, terbaik yang bisa ia lakukan untuk kebaikan kliennya. 


Saya sepenuhnya mengerti apa yang Linda alami dan lalui. Saya dulu juga seperti ini. Bertahun-tahun lalu, tepatnya awal tahun 2005, saat baru belajar dan praktik hipnoterapi, dan telah berhasil membantu klien mengatasi masalah yang cukup berat, bahkan sangat berat, yang telah mereka alami bertahun-tahun, hanya dalam satu atau dua sesi terapi, tanpa saya sadari dalam diri saya tumbuh keserakahan dan rasa percaya diri berlebih. 


Saya merasa memiliki kemampuan luar biasa, merasa hebat dan bisa menjadi penolong atau penyelamat orang-orang bermasalah. Semakin saya praktik hipnoterapi dengan tingkat keberhasilan tinggi, tanpa saya sadari, semakin saya dicengkeram dan dikuasai oleh keserakahan dan rasa percaya diri berlebih. 


Sampai suatu saat Semesta beri saya pelajaran penting dan berharga. Saya tangani satu kasus yang sebenarnya mudah, menurut saya, tapi hingga empat sesi klien bergeming, sama sekali tidak menunjukkan kemajuan atau perubahan seperti yang diharapkan. 


Saya benar-benar terpukul, merasa marah pada diri sendiri dan juga klien. Masa kasus mudah seperti ini tidak bisa sembuh. Ini sungguh keterlaluan. Selama beberapa minggu saya merasa sangat tidak nyaman, merasa gagal, dan meragukan kompetensi terapeutik saya. 


Saya ambil waktu menenangkan diri, merenung. Apa yang sesungguhnya terjadi pada diri saya? Mengapa saya marah? Mengapa saya merasa sangat tidak nyaman?


Jawabannya, keserakahan yang terus berkembang dan bertumbuh, karena tidak dikenali dan dikendalikan dengan kesadaran dan kebijaksanaan, pada akhirnya mengakibatkan penderitaan. 


Sesuai sifatnya, keserakahan mendorong seseorang untuk terus mengulangi kesenangann atau kenikmatan yang pernah ia rasakan atau alami. Dalam hal ini, kesenangan atau kenikmatan saya adalah rasa puas, senang karena berhasil membantu klien mengatasi masalah mereka. 


Apa yang salah dengan ini? Sekilas, tidak ada yang salah. 


Ini gerak batin yang sangat halus dan tidak mudah untuk ditelisik. Saya perlu jujur dan bertanya pada diri sendiri. Rasa puas dan senang yang saya rasakan apakah berdasar rasa welas asih pada sesama, dalam hal ini klien-klien saya, yang akhirnya berhasil keluar dari masalah, ataukah karena ego saya yang merasa telah berhasil menjadi pahlawan, penyelamat mereka. 


Jawaban yang saya dapat adalah ini semua berdasar welas asih? Benarkah demikian? Bila berdasar welas asih, harusnya tidak muncul penderitaan dalam diri saya. 


Bila benar praktik saya berdasar rasa welas asih, harusnya yang saya alami adalah rasa bahagia, bukan senang. Bahagia dipengaruhi faktor intenal, dari dalam diri, sementara rasa senang dipengaruhi faktor eksternal, dari luar diri. 


Saya telisik lebih dalam. Akhirnya, terungkap bahwa ini semua karena demi kepuasan ego saya. Saya sangat senang bila berhasil membantu klien mengatasi masalah mereka, terutama klien-klien yang telah mencoba mengatasi masalah mereka dengan bantuan profesional atau dengan hipnoterapis lain, dan gagal sembuh. 


Saat mereka datang ke saya, dengan kondisi seperti ini, yang telah berkali gagal dibantu oleh pihak lain, dan saya hanya dengan satu atau dua sesi bisa menyelesaikan masalah mereka, bisa dibayangkan betapa senang dan bangganya diri saya. Betapa hebatnya saya. Dan inilah sumber penderitaan saya, keserakahan dan kesombongan yang dilandasi kebodohan. 


Di sinilah saya akhirnya tersadarkan bahwa keinginan saya yang tidak terkendali, yang dilandasi keserakahan, saat tidak terpenuhi, langsung mengaktifkan kemarahan dan kebencian. Ini sangat tidak baik untuk kemajuan dan perkembangan batin saya. 


Saat saya sadar akan kondisi ini, saya mendapat pemahaman baru yang selanjutnya mengubah sikap, persepsi, pengertian, dan praktik hipnoterapi saya hingga saat ini. 


Hipnoterapi adalah alat untuk membantu sesama menjadi pribadi lebih baik, kembali pada fitrahnya. Tugas hipnoterapis, menurut hemat saya, hanyalah sebagai fasilitator, bukan penyembuh. Yang menyembuhkan klien adalah dirinya sendiri, melalui arahan dan saran yang diberikan oleh terapis. 


Ada banyak faktor yang berpengaruh pada proses dan hasil terapi. Ada faktor yang bisa kita tangani atau kendalikan, dan banyak yang tidak bisa. Apapun situasi dan kondisinya, tugas hipnoterapis adalah melakukan yang terbaik untuk klien. Titik. 


Saya akhirnya sadar, bahwa menjadi hipnoterapis bukan sekadar belajar tentang pikiran bawah sadar, teknik terapi, dan membantu klien mengatasi masalah. Bukan! Hipnoterapis lebih dari ini. 

 

Menjadi hipnoterapis adalah kesempatan belajar dari bab-bab buku kehidupan sesama, yang berisi kisah dan perjalanan hidup seorang manusia dalam proses menjadi diri terbaik, evolusi spiritual, mengungkap keagungan dan kemuliaan, belajar menumbuh-kembangkan empati dan welas asih baik kepada diri sendiri, sesama, dan semua makhluk. 


Klien-klien yang hadir di ruang terapi sejatinya adalah para guru spiritual dan guru kehidupan yang Semesta hadirkan untuk mengajari kita, hipnoterapis, melalui masalah yang kita bantu selesaikan. Ini adalah hadiah berupa pelajaran sangat berharga yang dibungkus dengan kertas kado istimewa. 


Saat kita menerapi klien, kami juga menerapi diri sendiri. Masalah yang klien alami, sedikit banyak beresonansi dengan diri kita. Saat kita membantu sesama, sejatinya kita telah membantu diri sendiri. 


Kita, hipnoterapis, sejatinya hanyalah alat Semesta untuk mengungkap cinta, membawa lebih banyak kebaikan dan kesejahteraan untuk sesama. 


"Pikiran sangat sulit untuk dilihat, 

amat lembut dan halus,

Pikiran bergerak sesuka hatinya.

Orang bijaksana selalu menjaga pikirannya.

Seseorang yang menjaga pikirannya akan berbahagia."


Demikianlah adanya...

Demikanlah kenyataannya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kekurangan pasangan kita

 Sepasang suami istri sedang makan malam, sang istri membuka pembicaraan. Istri : “Suamiku sayang, bolehkah aku usul ???” Suami : “Boleh is...