Translate

Kamis, 10 November 2016

KISAH TAUBAT PALING MENGAGUMKAN DALAM SEJARAH ...

Bimillahi minal Awwali wal Akhiri ... Imam Muslim dalam Shahihnya (9/69), dan juga para penulis kitab sunnah telah meriwayatkan sebuah kisah taubat yang paling mengagumkan yang diketahui oleh manusia. Pada suatu hari Rasul duduk di dalam masjid, sementara para sahabat beliau duduk mengitari beliau. Beliau mengajari, mendidik dan mensucikan (hati) mereka. Majelis tersebut dipenuhi oleh sahabat besar Nabi .
Tiba-tiba datanglah seorang wanita berhijab masuk ke pintu masjid. Kemudian Rasul pun diam, dan diam pula para sahabat beliau . Wanita tersebut menghadap dengan perlahan, dia berjalan dengan penuh gentar dan takut, dia lemparkan segenap penilaian dan pertimbangan manusia, dia lupakan aib dan keburukan, tidak takut kepada manusia, atau mata manusia dan apa yang akan dikatakan oleh manusia.
Dia menghadap untuk mencari kematian. Kematian lebih ringan, jika disertai oleh pengampunan dan penghapusan dosa. Menjadi ringan jika setelah kematian tersebut terdapat keridhaan dan penerimaan dari sisi Allah Ta'ala.
Hingga dia sampai kepada beliau , kemudian dia berdiri di hadapan beliau, dan mengabarkan kepada beliau bahwa dia telah berzina!!
Dia berkata: "Wahai Rasulullah, aku telah melakukan (maksiat yang mewajibkan adanya) hukuman had (atasku), maka sucikanlah aku!"
Apa yang diperbuat oleh Rasulullah ?! Apakah beliau meminta persaksian dari para sahabat atas wanita tersebut? Tidak, bahkan memerahlah wajah beliau hingga hampir-hampir meneteskan darah. Kemudian beliau mengarahkan wajah beliau ke arah kanan, dan diam, seakan-akan beliau tidak mendengar sesuatu. Rasulullah berusaha agar wanita ini mencabut perkataannya, akan tetapi wanita tersebut adalah wanita yang istimewa, wanita yang shalihah, wanita yang keimanannya telah menancap di dalam hatinya.
Maka Nabi bersabda kepadanya: "Pergilah, hingga engkau melahirkannya."
Berlalulah bulan demi bulan, dia mengandung putranya selama 9 bulan, kemudian dia melahirkannya. Maka pada hari pertama nifasnya, diapun datang dengan membawa anaknya yang telah diselimuti kain dan berkata: "Wahai Rasulullah, sucikanlah aku dari dosa zina, inilah dia, aku telah melahirkannya, maka sucikanlah aku wahai Rasulullah!"
Maka Nabipun melihat kepada anak wanita tersebut, sementara hati beliau tercabik-cabik karena merasakan sakit dan sedih, dikarenakan beliau menghidupkan kasih sayang terhadap orang yang berbuat maksiat, rahmat kepada burung, dan menyayangi hewan.
Sebagian ahli ilmu berkata: "Bahkan beliau , memberikan rahmat hingga kepada orang kafir. Allah Ta'ala berfirman tentang beliau: "Dan tidakklah aku utus kamu Muhammad, kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta." Siapa yang akan menyusui bayi tersebut jika ibunya mati? Siapakah yang akan mengurusi keperluannya jika had (hukuman) ditegakkan atas ibunya? Maka Nabi bersabda: "Pulanglah, susuilah dia, maka jika engkau telah menyapihnya, kembalilah kepadaku."
Maka wanita itupun pergi ke rumah keluarganya, dia susui anaknya, dan tidaklah bertambah keimanannya di dalam hatinya kecuali keteguhan, seperti teguhnya gunung. Tahunpun bergulir berganti tahun. Kemudian wanita itu datang dengan membawa anaknya yang sedang memegang roti. Dia berkata: "Wahai Rasulullah, aku telah menyapihnya, maka sucikanlah aku!"
Dia dan keadaannya sungguh sangat menakjubkan! Iman yang bagaimanakah yang membuatnya berbuat demikian. Tiga tahun lebih atau kurang, yang demikian tidaklah menambahnya kecuali kekuatan iman.
Nabi mengambil anaknya, seakan-akan beliau membelah hati wanita tersebut dari antara kedua lambungnya. Akan tetapi ini adalah perintah Allah, keadilan langit, kebenaran yang dengannya kehidupan akan tegak.
Nabi bersabda: "Siapa yang mengkafil (mengurusi) anak ini, maka dia adalah temanku di sorga seperti ini…" Kemudian beliau memerintahkan agar wanita tersebut dirajam (dilempari dengan batu hingga mati).
Maka manusiapun berkumpul, dan merajamnya. Muncratlah darah dari kepala wanita tersebut mengenai Khalid bin Walid, maka diapun mencacinya pada jarak pendengaran Nabi . Maka beliau bersabda kepadanya: "Tenang wahai Khalid, demi Allah, dia telah bertaubat dengan pertaubatan yang seandainya penarik pajak (pungli) bertaubat dengannya pastilah akan diterima darinya."
Dalam sebuah riwayat bahwa Nabi memerintahkan agar wanita itu dirajam, kemudian beliau menshalatinya. Maka berkatalah Umar : "Anda menshalatinya wahai Nabi Allah, sungguh dia telah berzina." Maka beliau bersabda: "Sungguh dia telah bertaubat dengan satu taubat, seandainya taubatnya itu dibagikan kepada 70 orang dari penduduk Madinah, maka taubat itu akan mencukupinya. Apakah engkau mendapati sebuah taubat yang lebih utama dari pengorbanan dirinya untuk Allah Ta'ala?" (HR. Ahmad (40/399))
Sesungguhnya ini adalah rasa takut kepada Allah. Sesungguhnya itu adalah perasaan takut yang terus menerus berada pada diri wanita mukminah tersebut saat dia terjerumus ke dalam jerat-jerat syetan, dia menjawab jerat-jerat tersebut pada saat lemah. Ya, dia telah berbuat dosa, akan tetapi dia berdiri dari dosanya dengan hati yang dipenuhi oleh iman, dan jiwa yang digerakkan oleh panasnya maksiat. Ya, dia telah berdosa, akan tetapi telah berdiri pada hatinya tempat pengagungan terhadap Dzat yang dia bermaksiat kepada-Nya. Sesungguhnya ini adalah taubat sejati wahai hamba-hamba Allah. Ya, ini taubat nashuha wahai hamba-hamba Allah.
Wallahu’alam bishshawab, ..
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...
Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...

AKAL MANUSIA ...

Bimillahi minal Awwali wal Akhiri ... Ali bin Abu Thalib, r.a. berkata : “Seandainya yang menjadi tolok ukur di dalam agama ini adalah akal pikiran niscaya bagian bawah khuf lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya. Dan sungguh aku pernah melihat Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam mengusap bagian atas dua khufnya.” (Diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Dawud di dalam Sunan-nya no. 162).
Ucapan shahabat (Ali bin Abu Thalib, r.a.) yang mulia di atas mengisyaratkan kepada kita tentang kedudukan akal di dalam agama, dan bahwa agama ini tidaklah diukur dengan akal pikiran namun kembalinya kepada nash, yaitu apa firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dan apa kata Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Namun kita dapati ada sebagian manusia yang sangat mengagungkan akal sehingga mereka memposisikan akal tersebut di atas Al Qur’an dan As-Sunnah. Bila sesuai dengan akal, mereka terima, dan bila bertentangan dengan akal –menurut mereka– mereka tolak atau abaikan atau simpangkan maknanya.
Islam Memuliakan Akal
Allah menganugerahkan kepada manusia nikmat berupa akal pikiran yang dengannya manusia terangkat kepada tingkatan taklif ilahiyyah (memikul beban syariat sebagai hamba yang mukallaf). Dengan akal itu pula manusia mengetahui taklif tersebut dan dapat memahaminya. Allah bekali pula manusia dengan fithrah yang bersesuaian dengan wahyu yang mulia dan agama yang haq, yang dibawa oleh para rasul Allah alaihimush shalatu wassalam, yang Allah syariatkan dan Allah jadikan sebagai jalan hidup bagi manusia, yang mana wahyu dan agama yang haq ini tersampaikan lewat lisan para rasul yang mulia shalawatullahi wa salamuhu alaihim ajma‘in.
Dengan demikian, Islam tidaklah menelantarkan akal, dan tidak pula mengangkatnya lebih dari porsinya namun akal ditempatkan pada tempatnya dan digunakan dengan semestinya.
Al Qur’an yang mulia dan Haq telah banyak memberikan dorongan kepada kita untuk mempergunakan akal pikiran. Kita diperintahkan untuk memikirkan Al Qur’an hingga sampai pada keyakinan tentang kebenarannya, sebagaimana kita diperintah untuk memikirkan ciptaan Allah untuk menambah keyakinan kita kepada-Nya.
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan (memikirkan dan merenungkannya) Al Qur’an (Al Haq)? Kalau sekiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, niscaya mereka akan mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS An-Nisa: 82)
“Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.” (QS Ar-Rum: 8)
Allah membuat banyak permisalan dalam Al Qur’an agar kita memikirkannya, seperti ketika Dia menceritakan tentang permisalan kehidupan dunia,
“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir.” (QS Yunus: 24)
Islam Membimbing Akal
Akal memiliki kemampuan yang terbatas sehingga ia tidak dapat mencapai seluruh hakikat yang ada. Bila akal dilepaskan begitu saja tanpa bimbingan niscaya ia bisa keliru dan terjerumus dalam kesesatan. Sebagaimana kemaksiatan pertama yang dilakukan oleh makhluk terhadap Rabbnya, ketika Iblis diperintah untuk sujud kepada Adam 'alaihissalam sebagai tanda penghormatan kepada Adam, Iblis enggan karena ia merasa lebih mulia dan lebih tinggi daripada Adam. Ia diciptakan dari api sementara Adam dari tanah. Menurut akal Iblis, api itu lebih mulia daripada tanah.
Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah." (QS Al-A’raf: 12)
Dengan begitu, akal perlu dibimbing oleh wahyu dan harus tunduk dengan wahyu, karena wahyu itu firman Allah dan perkataan-Nya yang suci sementara akal adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah. Karena akal itu terbatas, syariat menetapkan ia tidak boleh berdalam-dalam membahas perkara yang tidak mungkin dijangkau, seperti di antaranya memikirkan Dzat Allah Subhanahu wa Ta'ala dan hakikat-Nya, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.” (QS Thaha : 110)
Selain itu juga wahyu dan akal yang sehat tidaklah saling bertentangan. Wahyu sebagai dasar pijakan, timbangan dan pengoreksi akal ketika ia menyimpang dari kebenaran. Dengan begitu akal harus menganggap baik apa yang dianggap baik oleh syariat dan mengganggap jelek apa yang dianggap jelek oleh syariat. Akal seperti inilah yang dikatakan akal sehat.
Wallahua’lam bish Shawwab ....
Barakallahufikum ....
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...

KETIKA MANUSIA MENJUAL JIWANYA PADA IBLIS? ...

Bismillahir-Rahmanir-Rahim ... Pada awalnya suami istri itu hidup tenteram dan bahagia. Meskipun miskin, mereka taat kepada perintah Tuhan. Semua yang dilarang Allah dihindari, dan mereka tekun beribadah.
Sang Suami adalah seorang yang alim yang taqwa dan tawakkal. Tetapi sudah beberapa lama istrinya mengeluh terhadap kemiskinan yang tiada habis-habisnya itu. Ia memaksa suaminya agar mencari jalan keluar. Ia membayangkan alangkah senangnya hidup jika semuanya serba cukup.
Pada suatu hari, lelaki yang alim itu berangkat ke ibu kota, ingin mencari pekerjaan. Di tengah perjalanan ia melihat sebatang pohon besar yang tengah dikerumuni banyak orang. Ia mendekat. Ternyata orang-orang itu sedang memuja-muja pohon yang konon keramat dan sakti itu. Banyak juga kaum wanita dan pedagang-pedagang yang meminta agar suami mereka setia atau dagangannya laris.
“Ini syirik,” pikir lelaki yang alim tadi. “Ini harus diberantas habis. Masyarakat tidak boleh dibiarkan menyembah serta meminta selain Allah.”
Maka pulanglah sang alim dengan tergesa-gesa. Istrinya heran, mengapa secepat itu suaminya kembali. Lebih heran lagi waktu dilihatnya sang suami mengambil sebilah kapak yang diasahnya tajam. Lantas lelaki alim tadi bergegas keluar. Istrinya bertanya tetapi ia tidak menjawab. Segera naik keledainya dan dipacu nya dengan cepat menuju ke pohon itu.
Sebelum sampai di tempat pohon itu berdiri, tiba-tiba sesosok tubuh tinggi besar dan hitam melompat di depan sang alim. Dia adalah iblis yang menyamar sebagi manusia.
“Hai, mau ke mana kamu?” tanya si iblis.
Orang alim tersebut menjawab, “Saya akan menuju ke pohon yang disembah-sembah orang bagaikan menyembah Allah. Saya sudah berjanji kepada Allah akan menebang pohon syirik itu hingga roboh.”
“Kamu kan tidak di rugikan dengan adanya pohon itu. Yang penting kamu tidak ikut-ikutan syirik seperti mereka. Sudah pulang saja.”
“Tidak bisa, kemungkaran harus diberantas,” jawab si alim bersikap tegas.
“Berhenti, jangan teruskan!” bentak iblis marah.
“Akan saya teruskan!”
Karena masing-masing tegas pada pendirian, akhirnya terjadilah perkelahian antara orang alim tadi dengan iblis. Kalau melihat perbedaan badannya, seharusnya orang alim itu dengan mudah di kalahkan oleh iblis. Namun ternyata iblis menyerah kalah dan meminta ampun.
Kemudian dengan berdiri menahan sakit dia berkata, “Tuan, maafkanlah kelakuan saya. Saya tidak akan berani lagi mengganggu tuan. Sekarang pulanglah. Saya berjanji, setiap pagi, apabila Tuan selesai menunaikan shalat Subuh, di bawah tikar Tuan akan saya sediakan uang emas empat dinar. Cepatlah pulang dan jangan teruskan niat Tuan untuk menebang pohon itu,”
Mendengar janji iblis yang akan memberikan uang emas empat dinar, lunturlah kekerasan tekad si alim tadi. Ia membayangkan isterinya yang akan hidup berkecukupan. Ia teringat akan rengekan isterinya agar menafkahinya dengan layak. Setiap pagi empat dinar, maka dalam sebulan saja dia sudah menjadi orang kaya. Membayangkan rengekan isterinya itu maka pulanglah sang alim. Pupus sudah niatnya semula yang hendak memberantas kemungkaran.
Demikianlah, semenjak pagi itu isterinya tidak pernah marah lagi. Hari pertama, ketika si alim selesai shalat, dibukanya tikar shalatnya. Betul di situ tergolek empat benda berkilau, empat dinar uang emas. Dia meloncat kegirangan dan isterinya gembira. Begitu juga di hari yang kedua. Empat dinar emas. Dan pada hari ketiga, matahari mulai terbit dan dia membuka tikar shalat, masih didapatinya uang itu.
Tapi pada hari keempat dia mulai kecewa. Di bawah tikar shalatnyanya tidak ada apa-apa lagi kecuali tikar pandan yang rapuh. Isterinya mulai marah karena uang yang kemaren sudah habis semua.
Si alim dengan lesu menjawab, “Jangan kuatir, barangkali besok kita bakal dapat delapan dinar sekaligus.”
Keesokkan harinya, harap-harap cemas suami-isteri itu bangun pagi-pagi. Selesai shalat ketika dibuka tikar sajadahnya ternyata masih juga kosong.
“Kurang ajar. Penipu,” teriak si isteri. “Ambil kapak, tebanglah pohon itu.”
“Ya, memang dia telah menipuku. Akan aku tebang pohon itu semuanya hingga ke ranting dan daun-daunnya,” sahut si alim itu.
Maka segera ia mengeluarkan keledainya. Sambil membawa kapak yang tajam dia memacu keledainya menuju ke arah pohon yang di sembah itu.
Dan ternyata iblis yang berbadan tinggi besar tersebut sudah menghadang di tengah jalan. Sambil berteriak, “Mau ke mana kamu?” hardiknya menggelegar.
“Saya akan menebang pohon itu,” jawab si alim dengan gagah berani.
“Berhenti, jangan lanjutkan.”
“Tidak bisa, saya akan tetap menebang pohon tersebut hingga tumbang.”
Maka terjadilah kembali perkelahian yang hebat. Tetapi kali ini bukan iblis yang kalah, tapi si alim yang terkulai.
Dalam kesakitan, si alim tadi bertanya dengan nada heran, “Dengan kekuatan apa engkau dapat mengalahkanku, padahal dulu engkau tidak berdaya sama sekali ?”
Iblis itu dengan angkuh menjawab, “Tentu saja engkau dulu boleh menang, karena waktu itu engkau keluar rumah untuk Allah, demi Allah. Andaikata saya kumpulkan seluruh bala tentaraku menyerangmu sekalipun, aku takkan mampu mengalahkanmu. Sekarang kamu keluar dari rumah hanya karena tidak ada uang di bawah tikar sejadahmu. Maka biarpun kau keluarkan seluruh keahlianmu, tidak mungkin kamu mampu menjatuhkan aku. Pulang saja. Kalau tidak, kupatahkan nanti batang lehermu.”
Mendengar penjelasan iblis ini si alim tadi termangu-mangu. Ia merasa bersalah, dan niatnya memang sudah tidak ikhlas kerana Allah lagi. Dengan terhuyung-huyang ia pulang ke rumahnya. Dibatalkan niat semula untuk menebang pohon itu. Ia sadar bahwa perjuangannya yang sekarang adalah tanpa keikhlasan karena Allah, dan ia sadar perjuangan yang semacam itu tidak akan menghasilkan apa-apa selain dari kesia-siaan yang berlanjutan . Sebab tujuannya adalah karena harta benda dan mengalahkan keutamaan Allah dan agama. Bukankah berarti ia menyalahgunakan agama untuk kepentingan hawa nafsu semata?
“Barangsiapa di antaramu melihat suatu kemungkaran, hendaklah (berusaha) memperbaikinya dengan tangannya (kekuasaan), bila tidak mungkin hendaklah berusaha memperbaikinya dengan lidahnya (nasihat), bila tidak mungkin pula, hendaklah mengingkari dengan hatinya (tinggalkan). Itulah selemah-lemah iman.” (HR Riwayat Muslim)
Wallahu’alam bishshawab, ..
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...
Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...

Jembatan Neraka Lebih Tipis Dari Rambut Lebih Tajam Dari Pedang

Bimillahi minal Awwali wal Akhiri ... Salah satu peristiwa dahsyat yg bakal dialami oleh setiap orang yg telah mengucapkan ikrar syahadat Tauhid ialah keharusan menyeberangi suatu jembatan yg dibentangkan diatas kedua punggung neraka jahannam. Ia tidak saja dialami oleh ummat Islam dari kalangan Ummat Nabi Muhammad shalallahu 'alaih wa sallam, melainkan semua orang beriman dari ummat para Nabi sebelumnya juga wajib mengalaminya. Peristiwa ini akan dialami oleh setiap orang beriman, baik mereka yg imannya sejati maupun yg berbuat banyak maksiat termasuk kaum munafiq. Menurut sebagian tafsir peristiwa menyeberangi jembatan di atas neraka telah diisyaratkan Allah di dalam Al-Qur'anul Karim.
"Tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yg sudah ditetapkan. Kemudian kami menyelamatkan orang2 yg bertaqwa dan membiarkan orang2 zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut." (QS Maryam ayat 71).
Maksud dari kata "MENDATANGI" ialah melintas diatas Neraka Jahannam dg menyeberangi jembatan tersebut. Semua orang beriman (bagaimanapun kualitas imannya) pasti mengalaminya. Hanya saja Allah jamin keselematan bagi mereka yg imannya sejati (orang2 bertaqwa). Dan adapun mereka yg imannya bermasalah (orang2 zalim/kaum munafiq) akan tergelincir ke dalam Neraka Jahannam saat melintasinya.
Dalam sebuah hadits bahkan secara lebih detail Nabi shalallahu 'alaih wa sallam menggambarkan keadaan jembatan dimaksud. Jembatan itu lebih tipis dari sehelai rambut dan lebih tajam dari sebilah pedang. Laa haula walaa quwwata illa billaah. Betapa sulitnya bagi kita utk menyeberang diatasnya. Tetapi Allah Maha Perkasa sekaligus Maha Bijaksana Allah akan berikan bekal bagi orang2 yg imannya sejati utk sanggup melintas diatas jembatan tersebut. Beginilah gambaran Rasulullah shalallahu 'alaih wa sallam mengenai jembatan tersebut dg kejadian2 yg menyertainya.
" Dan Neraka Jahannam itu memiliki jembatan yg lebih tipis dari rambut dan lebih tajam dari pedang. Diatasnya ada besi2 yg berpengait dan duri2 yg mengambil siapa saja yg dikehendaki Allah. Dan manusia diatas jembatan itu ada yg (melintas) laksana kilat dan ada yg laksana kedipan mata dan ada yg laksana kuda yg berlari kencang dan ada yg laksana onta berjalan. Dan para malaikat berkata; " Ya Allah, selamatkanlah. Selamatkanlah." Maka ada yg selamat, ada yg tercabik-cabik lalu diselamatkan dan juga ada yg digulung dalam neraka diatas wajahnya." (HR Ahmad 23649).
Jadi, menurut hadits diatas ada mereka yg bakal menyeberanginya dg selamat dan ada yg menyeberanginya dg selamat namun harus mengalami luka2 dikarenakan terkena sabetan duri2 yg mencabik-cabik tubuhnya. Lalu ada pula mereka yg gagal menyeberanginya hingga ujung. Mereka terpeleset, tergelincir sehingga terjatuh dan terjerembab dg wajahnya ke dlm neraka yg menyala-nyala di bawah jembatan. Na'udzubillahi min dzaalika..!
Lalu bagaimana seseorang dapat menyeberanginya dg selamat? Nabi shalallahu 'alaih wa sallam menjelaskan bahwa pada saat peristiwa menegangkan itu sedang berlangsung para Nabi dan para Malaikat sibuk mendo'akan keselamatan bagi orang2 beriman. Mereka berdo'a; "Rabb saliim. Rabbi saliim. (Ya Rabbi, selamatkanlah. Ya Rabbi, selamatkanlah)." Selanjutnya Allah akan memberikan cahaya bagi setiap orang. Baik mereka yg beriman sejati, mereka yg banyak berbuat dosa, maupun yg munafik sama2 memperolehnya. Namun ketika melintasi jembatan tersebut orang2 yg imannya emas akan terus ditemani dan diterangi oleh cahaya tersebut hingga selamat sampai ke ujung penyeberangan. Sedangkan orang2 munafik hanya sampai setengah perjalanan melintas jembatan tersebut tiba2 Allah mencabut cahaya yg tadinya menerangi mereka sehingga mereka berada dalam kegelapan lalu terjatuhlah mereka dari atas jembatan shirath ke dalam api menyala-nyala Neraka Jahannam. Na'udzubillaahi min dzaalika...!
" Allah akan memanggil umat manusia di akhirat nanti dg nama-nama mereka ada tirai penghalang dariNya. Adapun diatas jembatan Allah memberikan cahaya kepada setiap orang beriman dan orang munafik. Bila mereka telah berada ditengah jembatan, Allah pun segera merampas cahaya orang2 munafik. Mereka menyeru kepada orang2 beriman: " Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahaya kamu." (QS Al-Hadid ayat 13).
Dan berdo'alah orang2 beriman: " Ya Rabbi kami, sempurnakanlah utk kami cahaya kami." (QS At-Tahrim ayat 8).
Ketika itulah setiap orang tidak akan ingat orang lain." (HR Thabrani 11079).
Sumber Berbagai sumber
Saudaraku, sungguh pemandangan yg sangat mendebarkan. Pantaslah bila Nabi shalallahu 'alaih wa sallam menyatakan bahwa saat peristiwa menyeberangi jembatan diatas Neraka Jahannam sedang berlangsung setiap orang tidak akan ingat kepada orang lainnya. Sebab semua orang sibuk memikirkan keselamatannya masing2.
Ya Allah, bersihkanlah hati kami dari kemunafikan, dan 'amal perbuatan kami dari riya dan lisan kami dari dusta serta pandangan mati kami dari khianat. Sesungguhnya Engkau Maha Tahu khianat pandangan mata dan apa yg disembunyikan hati.
Aamiin Ya Rabbal'aalamiin
Wallahua’lam bish Shawwab ....
Barakallahufikum ....
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
~ o ~
Salam santun dan keep istiqomah ...
--- Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini ... Itu hanyalah dari kami ... dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan ... ----
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
------------------------------------------------

Rabu, 09 November 2016

Miliki lah sesorang yang selalu setia

Miliki lah sesorang yang selalu setia..
Bukan hanya pengobral janji dan dusta.
Miliki lah seseorang yang tulus mencinta..
Bukan sebentar ada dan sekelip mendua..
Miliki lah seseorang yang penuh kasih sayang..
Bukan setelah puas dan jenuh lalu menghilang..
Miliki lah seseorang yang bisa buat mu bahagia.
Bukan sesudah memberi harapan lalu menyisakan kecewa..
Miliki lah seseorang yang sosok dewasa..
Bukan seusai meluluhkan hati lalu bermain mata.
Miliki lah seseorang yang dapat buat hari-hari mu tersenyum ceria..
Agar selama nya hidup mu penuh warna dan bermakna...:)

🌷Manisnya Bergelar Wanita

Bismillahir-Rah maanir-Rahim ... Pada suatu hari, Rasulullah SAW berjalan-jalan bersama puteri baginda Saidatina Fatimah r.a Setibanya mereka berdua di bawah sebatang pohon tamar, Fatimah terpijak rerumputan putri malu, kakinya berdarah lalu mengadu kesakitan. Fatimah mengatakan kepada bapaknya apalah gunanya rerumputan putri malu itu berada di situ dengan nada yang sedikit marah.

Rasulullah dengan tenang berkata kepada puteri kesayangannya bahwasannya rerumputan putri malu itu amat berkait rapat dengan wanita. Fatimah terkejut. Rasulullah menyambung kata-katanya lagi. Para wanita hendaklah mengambil pengajaran daripada rerumputan putri malu ini dari empat aspek.

Pertama, rerumputan putri malu akan kuncup apabila disentuh. Ini boleh diibaratkan bahwa wanita perlu mempunyai perasaan malu (pada tempatnya).

Kedua, rerumputan putri malu mempunyai duri yang tajam untuk mempertahankan dirinya. Oleh itu, wanita perlu tahu mempertahankan diri dari kehormatan sebagai seorang wanita muslimah.

Ketiga, rerumputan putri malu juga mempunyai akar tunjang yang sangat kuat dan mencengkam bumi. Ini bermakna wanita solehah hendaknya mempunyai keterikatan yang sangat kuat dengan Allah Rabbul 'Alamin.

Dan akhir sekali, ia akan kuncup dengan sendirinya apabila senja menjelang. Oleh sebab itu, para wanita sekalian, kembalilah ke rumahmu walau pun ia hanya tumbuhan yang kecil. Betapa islam telah meletakkan wanita pada kedudukan semanis-manisny­a? Jika semua saranan Rasulullah ini dituruti ia cukup manis, semua yang bertentangan menjadikannya pahit bagai empedu.

Kemanisan wanita akan hilang apabila apa yang dilakukan bertentangan dengan kejadiannya yang asal. Seorang wanita menjadi kupu-kupu. Dia tidak pulang ke rumah sebaliknya sidia di tempat yang tidak senonoh hingga larut malam. Apakah itu manis? Sudah tentu tidak.

Demikianlah wanita, dia warna alam yang cukup berharga di hargai. Setiap insan lahir dari manusia bernama wanita. Alangkah manisnya menjadi wanita sebab dia unsur terpenting dalam kewujudan alam ini sedemikian rupa.

Kalau kita hendak melihat keburukan bukan satu yang akan kita jumpa, kalau kita hendak mencari kebaikan dan keindahan bukan satu dua juga yang akan kita temui. Apa pun, ingatlah, "Barangsiapa yang tidak menyayangi dia tidak akan disayangi".(HR Muslim)

Wallahu’alam bishshawab, ..
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...

Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...

Selasa, 01 November 2016

SOAL KALIMAT AHOK

• Ahmed Zainul Muttaqien

Saya sudah nonton videonya dan saya dengar redaksi asli perkataan Ahok berikut:

*"Jadi jangan percaya sama ORANG. Kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu ga bisa pilih saya, karena dibohongin "PAKAI" surat almaidah 51 macem-macem itu. Itu hak bapak ibu ya..."*

Saya tidak ingin menjelaskan perkataan ini dengan istilah-istilah filsafat yang rumit. Tapi cerna saja dengan AKAL SEHAT tanpa tendensi.

Ahok sebelum sampai pada kalimat "dibohongin pake surat almaidah 51", dia mengatakan "jangan percaya sama orang".

Berarti jelas yang dia maksud berbohong adalah ORANG-nya bukan ayatnya. "Orang" adalah subjeknya dan "Almaidah 51" adalah objek yang dibawanya. Yang dia maksud berbohong adalah subjeknya bukan objek yang dibawanya. Dan objek yang dimanfaatkan untuk berbohong tertera pada kalimat selanjutnya "PAKAI surat almaidah 51".

Ini sama seandainya saya berkata "Jangan percaya sama Aa Gatot. Kamu di bohongin PAKE ayat-ayat Qur'an". Yang saya maksud disini tentu bukan jangan percaya sama Qur'an, tapi jangan percaya sama Aa Gatot karena ia berbohong dengan MEMAKAI ayat-ayat Qur'an. Bukan berarti ayat Qur'annya yang salah, tapi subjek yang membawa dan menggunakan ayat Qur'an tersebut untuk berbohonglah yang salah.

Ini sama seperti teroris yang menggunakan ayat jihad untuk berbuat barbar atau wahabi yang menggunakan ayat istiwa' untuk berkeyakinan mujassimah terhadap Allah. Bukan ayatnya yang salah, tapi subjek yang menggunakan dan memelintir tafsir ayat itu yang salah.

Itulah kenapa Ahok menggunakan kalimat *"dibohongin PAKAI surat almaidah 51", bukan kalimat "dibohongin OLEH surat almaidah 51".*

Sebenarnya menafsirkan kalimat ini gampang, hanya ego kebencian yang mempersulit dan memelintirnya.

Saya bukan pendukung Ahok. Bukan urusan saya jika ia terpilih nanti atau tidak, karena KTP saya bukan Jakarta. Tapi saya merasa terpanggil untuk meluruskan hal sederhana yang tidak dipahami oleh otak, kelewat sederhana yang ditutupi tendensi.

Dan mau saya kasi tau satu lagi? Ternyata orang yang memelintir tafsir perkataan Ahok ini adalah orang-orang yang sama yang memelintir tafsir perkataan Prof. Quraish Shihab soal Nabi tidak dijamin masuk surga karena amalnya.

Ternyata orang itu juga yang memelintir perkataan Grand Mufti Suriah; Syaikh Ahmad Badruddin Hassoun bahwa ia menyeru pemusnahan rakyat Aleppo.

Kalau ulama-ulama besar islam saja perkataannya ia pelintir, kenapa bingung perkataan 'kafir' seperti Ahok mereka pelintir? Ini baru permulaan ya...

Fb: Ahmed Zain Oul Muttaqin.
-------------------------------------------------

Sangat perlu disebarluaskan.... 😇

Selasa, 18 Oktober 2016

RENCANA kita boleh saja INDAH ... ... tapi rencana ALLAH-lah yang TERINDAH ...

HIDUP kita mungkin baik-baik saja ...
... tapi hidup dengan aturan-Nya akan membuat hidup menjadi lebih SEMPURNA ...

PEKERJAAN kita mungkin MENJANJIKAN ...
... tapi barokah-Nya-lah  yang menjadikan kita KAYA ...

KEKUATAN kita mungkin sanggup membawa kita menjadi orang HEBAT ... tapi hanya bersama-Nya, kita akan bisa menjadi LUAR BIASA ... !!!

SUBHAANALLAH..! ! ... Kisah Anak Cacat yang Sukses ...

Bismillahir-Rah  maanir-Rahim ... Dahulu, sebelum ada vaksinasi, cacar adalah salah satu penyakit yang tersebar di mana-mana, dan atas kehendak Allah Yang Maha Hidup dan Maha Mengurus segala sesuatu, sering kali (penyakit cacar itu) mengakibatkan kematian di kalangan masyarakat.

Syahdan, di antara mereka ada yang terjangkit bencana ini; seorang lelaki berumur 6 tahun d
ari sebuah dusun di utara kota Buraidah di wilayah Al-Qashim. Peristiwa ini terjadi di abad 14 H. Akibatnya, ia mengalami kebutaan total dan berwajah bopeng.

Anak ini tinggal di tengah saudara-saudara  nya yang bekerja sebagai petani di sawah. Dia sering berlari-lari di belakang mereka, hendak mengejar mereka saat berjalan bersama. Akan tetapi, tentu saja hal ini sering kali menyebabkannya tersandung dan terjerembab di mana-mana, lalu terluka. Namun, ia segera bangkit mengejar arah datangnya suara mereka, lalu ia menabrak pohon di mana-mana, sementara saudara-saudara  nya hanya menertawainya ketika ia jatuh, bahkan (mereka) mengejeknya, “Buta …! Buta …!”

Mereka tidak peduli dan tidak menanyakan apabila dia tidak ada dan (mereka) bersikap acuh kalau dia ada di tengah mereka. Bahkan, di kala orang tuanya tidak ada dirumah, sering kali ia menjadi bulan-bulanan saudara-saudara nya, yaitu ketika dia disuruh berjalan lalu terantuk dan terjatuh, maka ia menjadi bahan tertawaan. Meskipun demikian, dia termasuk anak yang lincah dan gerakannya ringan. Kemauannya keras dan mempunyai ketabahan, dan Allah telah mengaruniakan kepadanya kecerdasan dan kemauan yang keras. Dia selalu berupaya melakukan apa saja yang dia mau. Dia ingin mengerjakan lebih banyak daripada yang dilakukan orang normal.

Ayahnya adalah orang yang miskin. Dia memandang anaknya yang buta ini hanya menjadi beban saja, karena dia tidak mendapatkan manfaat dan keuntungan darinya sebagaimana saudara-saudara nya yang lain.

Suatu hari, salah seorang temannya datang ke rumah. Sudah beberapa tahun mereka tidak jumpa. Dia lalu mengadukan kepada temannya tersebut perihal anaknya yang buta bahwa anak itu tidak berguna, bahkan mereka sekeluarga selalu sibuk mengurus dan melayaninya, sehingga menghambat sebagian pekerjaan mereka. Tamu tersebut menyarankan agar anak itu dikirim ke Riyadh agar mendapat jaminan makanan dari jamuan yang selalu diadakan oleh Ibnu Sa’ud (Setelah keamanan dalam negeri di seluruh Jazirah Arab terkendali di tangan Raja Abdul ‘Aziz rahimahullah, dia mengadakan jamuan khusus untuk memberi makan kaum fakir miskin dan orang orang terlantar. Pada masa itu, jamuan tersebut sangat terkenal), sehingga (ia) akan selalu bertemu dengan orang orang yang mengasihinya setiap saat.

Ide tersebut diterima dengan baik oleh ayahnya. Ketika ada seorang tukang unta tampak sedang membuat kayu ke atas punggung untanya yang biasanya menjual barang dagangan di Riyadh, ayahnya menghampiri tukang unta dan berkata, “Aku hendak menitipkan anakku ini padamu. Bawalah dia pergi ke Riyadh dan saya beri kamu dua riyal, dengan syarat: kamu taruh dia di masjid, dan kamu tunjukkan di mana letak jamuan makan dan sumur masjid agar dia bisa minum dan berwudhu, dan serahkan dia kepada orang yang mau berbuat kebajikan kepadanya.”

Berikut ini penuturan kisah sang anak setelah (ia) dewasa,
Aku dipanggil ayahku -rahimahullah-. Pada waktu iu, umurku baru mendekati 13 tahun. Beliau berkata, “Anakku, di Riyadh itu ada halaqah-halaqah  ilmu, ada jamuan makan yang akan memberimu makan malam setiap hari, dan lain sebagainya. Kamu akan betah disana, insya Allah. Kamu akan ayah titipkan pada orang ini. Dia akan memberitahu kamu apa saja yang kamu inginkan ….”

Tentu saja, aku menangis keras-keras dan mengatakan, “Benarkah orang sepertiku tidak memerlukan lagi keluarga? Bagaimana mungkin aku berpisah dengan ibuku, saudara-saudara  , dan orang orang yang aku sayangi? Bagaimana aku akan mengurus diriku di negeri yang sama sekali asing bagiku, sedangkan di tengah keluargaku saja aku mengalami kesulitan? Aku tidak mau!”

Aku dibentak oleh ayahku. Beliau berkata kasar kepadaku. Selanjutanya, beliau memberiku pakaian-pakaian  ku seraya berkata, “Tawakal kepada Allah dan pergilah …. Kalau tidak, kamu akan aku begini dan begini ….”

Suara tangisku makin keras, sementara saudara-saudara  ku hanya diam saja di sekelilingku. Selanjutnya, aku dibimbing oleh si tukang unta sambil menjanjikan kepadaku hal-hal yang baik baik dan meyakinkan aku bahwa aku akan hidup enak di sana.

Aku pun berjalan sambil tetap menangis. Tukang unta itu menyuruh aku berpegangan pada ujung kayu di bagian kelakang unta. Dia berjalan di depan unta, sedangkan aku di belakangnya, sementara suara tangisku masih tetap meninggi. Aku menyesali perpisahanku dengan keluargaku.

Setelah lewat sembilan hari perjalanan, tibalah kami di tengah kota Riyadh. Tukang unta itu benar benar menaruh aku di masjid dan menunjukkan aku letak sumur dan jamuan makan. Akan tetapi aku masih tetap tidak menyukai semuanya dan masih merasa sedih. Aku menangis dari waktu ke waktu. Dalam hati, aku berkata, “Bagaimana mungkin aku hidup di suatu negeri yang aku tidak mengetahui apa pun dan tidak mengenal siapa pun? Aku berangan-angan, andaikan aku bisa melihat, pastilah aku sudah berlari entah kemana … ke padang pasir barangkali. Akan tetapi, atas rahmat Allah, ada beberapa orang yang menaruh perhatian kepadaku di masjid itu. Mereka menaruh belas kasihan kepadaku, lalu mereka membawaku kepada Syekh Abdurrahman Al-Qasim rahmahullah dan mereka katakan, “Ini orang asing, hidup sebatang kara.”

Syekh menghampiri aku, lalu menanyai siapa namaku dan nama julukanku, dan dari negeri mana. Kemudian, beliau menyuruh aku duduk di dekatnya, sementara aku menyeka air mataku. Beliau berkata, “Anakku, bagaimana ceritamu?” Kemudian, aku pun menceritakan kisahku kepada beliau.

“Kamu akan baik baik saja, insya Allah. Semoga Allah memberimu manfaat dan membuat kamu bermanfaat. Kamu adalah anak kami dan kami adalah keluargamu. Kamu akan melihat nanti hal-hal yang menggembirakanm  u di sisi kami. Kamu akan kami gabungkan dengan para pelajar yang sedang menuntut ilmu dan akan kami beri tempat tinggal dan makanan. Di sana ada saudara-saudara  di jalan Allah yang akan selalu memperhatikan dirimu.”

Aku menjawab, “Semoga Allah memberi Tuan balasan yang terbaik, tetapi aku tidak menghendaki semua itu. Aku ingin Tuan berbaik hati kepadaku, kembalikan aku kepada keluargaku bersama salah satu kafilah yang menuju Al-Qashim.”

Syekh berkata, “Anakku, coba dulu kamu tinggal bersama kami, barangkali kamu akan merasa nyaman. Kalau tidak, kami akan mengirim kamu kembali kepada keluargamu, insya Allah.”

Selanjutnya, Syekh memanggil seseorang lalu berkata, “Gabungkan anak ini dengan Fulan dan Fulan, dan katakan kepada mereka, perlakukan dia dengan baik.”

Orang itu membimbing dan membawaku menemui dua orang teman yang baik hati. Keduanya menyambut kedatanganku dengan baik dan aku pun duduk di sisi mereka berdua, lalu aku ceritakan kepada mereka
berdua keadaanku dan mengatakan bahwa aku tidak betah tinggal di situ karena harus berpisah dari keluargaku. Tak ada yang dilakukan kedua temanku itu selain mengatakan kepadaku perkataan yang menghiburku. Keduanya menjanjikan kepadaku yang baik-baik dan bahwa kami akan sama sama mencari ilmu, sehingga aku sedikit merasa tenteram dan senang kepada mereka. Keduanya selalu bersikap baik padaku. Semoga Allah memberi mereka dariku balasan yang terbaik. Akan tetapi, aku sendiri belum juga terlepas dari kesedihan dan keenggananku tinggal di sana. Aku masih tetap menangis dari waktu ke waktu atas perpisahanku dengan keluargaku.

Kedua temanku itu tinggal di sebuah kamar dekat masjid. Aku tinggal bersama mereka. Keseharianku selalu bersama mereka. Pagi-pagi benar, kami pergi shalat subuh, lalu duduk di masjid mengikuti pengajian Alquran sampai menjelang siang. Syekh menyuruh kami menghapal Alquran. Sesudah itu, kami kembali ke kamar, istirahat beberapa saat, makan ala kadarnya, kemudian kembali lagi ke pengajian hingga tiba waktu zuhur. Barulah setelah itu, kami istirahat, yakni tidur siang (qailulah), dan sesudah shalat Ashar kami kembali lagi mengikuti pengajian.

Demikian yang kami lakukan setiap hari hingga akhirnya mulailah aku merasa betah sedikit demi sedikit, makin membaik dari hari ke hari, bahkan akhirnya Allah melapangkan dadaku untuk menghapal Al Quran, terutama setelah Syekh–rahimahul  lah–memberi dorongan dan perhatian khusus kepadaku. Aku pun melihat diriku mengalami kemajuan dan menghapal hari demi hari. Sementara itu, Syekh selalu mempertajam minat para santrinya. Pernah suatu kali, beliau berkata, “Kenapa kalian tidak meniru si Hamud itu? Lihatlah bagaimana kesungguhan dan ketekunannya, padahal ia orang buta!”

Dengan kata-kata itu, aku semakin bersemangat, karena timbul persaingan antara aku dan teman temanku dalam kebaikan. Oleh karena itu, kurang dari satu setengah bulan, Allah ta’ala telah mengaruniai aku ketenteraman dan ketenangan hati, sehingga dapatlah aku menikmati hidup baru ini.

Syahdan, setelah tujuh bulan lamanya aku tinggal di sana, aku katakan dalam diriku,“Subhana  llah, betapa banyak kebaikan yang terdapat dalam hal-hal yang tidak disukai hawa nafsu, sementara diri kita melalaikannya! Kenapa aku harus sedih dan menangisi kehidupan yang serba kekurangan di tengah keluargaku, yang ada hanya kebodohan, kemiskinan, kepayahan ketidakpedulian  , dan penghinaan, sedangkan aku merasa menjadi beban mereka?”
Demikianlah kehidupan yang aku jalani di Riyadh setiap harinya, sehingga kurang dari sepuluh bulan aku sudah dapat menghafal Alquran sepenuhnya, alhamdulillah. Kemudian, aku ajukan hapalanku itu kehadapan Syekh sebanyak dua kali. Selanjutnya, Syekh mengajak aku pergi menemui para guru besar, yaitu Syekh Muhammad bin Ibrahim dan Syekh Abdul Latif bin Ibrahim. Aku diperkenalkan kepada mereka. Kemudian, guruku itu berkata, “Kamu akan ikut bergabung dalam halaqah-halaqah  ilmu. Adapun murajaah Alquran, dilakukan sehabis shalat subuh, kamu akan dipandu oleh Fulan. Sesudah magrib, kamu akan dipandu oleh Fulan.”

Sejak saat itu, mulailah aku menghadiri halaqah-halaqah  dari para guru besar itu, yang bisa menimba ilmu dengan kesungguhan hati. Materi pelajaran yang diberikan meliputi Akidah, Tafsir, Fikih, Ushul Fikih, Hadits, Ulumul Hadits, dan Fara’idh. Seluruh materi diberikan secara teratur, masing-masing untuk materi tertentu.
Sementara itu, aku sendiri, hari demi hari semakin merasa betah, semakin senang, dan tenteram hidup di lingkungan itu. Aku benar benar merasa bahaia mendapat kesempatan mencari ilmu. Sementara itu, agaknya orang tuaku di kampung selalu bertanya kepada orang-orang yang bepergian ke Riyadh, dan tanpa sepengetahuanku  beliau mendapat berita-berita tentang perkembanganku.

Demikianlah, alhamdulillah, aku berkesempatan untuk terus mencari ilmu dan menikmati taman-taman ilmu. Setelah tiga tahun, aku meminta izin kepada guru-guruku untuk menjenguk keluargaku di kampung. Kemudian, mereka menyuruh orang untuk mengurus perjalananku bersama seorang tukang unta. Dengan memuji Allah, aku pun berangkat hingga sampailah aku kepada keluargaku. Tentu saja, mereka sangat gembira dan kegirangan menyambut kedatanganku, terutama Ibuku–rahimahal lah–. Mereka menanyakan kepadaku tentang keadaanku dan aku katakan, “Aku kira, tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang lebih bahagia selain aku ….”

Ya, kini mereka melihatku dengan senang dan santun. Demikian pula, aku melihat mereka menghargai dan menghormati aku, bahkan menyuruhku mengimami shalat mereka. Aku menceritakan kepada mereka pengalaman-peng  alaman yang telah aku alami selama ini. Mereka senang mendengarnya dan memuji kepada Allah.

Setelah beberapa hari berada di lingkungan keluargaku, aku pun meminta izin untuk pergi meninggalkan mereka kembali. Mereka bersikeras memintaku untuk tetap tinggal, tapi aku segera mencium kepada ayah-bundaku. Aku meminta pengertian dan izin kepada keduanya, dan alhamdulillah mereka mengizinkan. Akhirnya aku kembali ke Riyadh meneruskan pelajaranku. Aku makin bersemangat mencari ilmu.

Adapun dari teman-temannya yang seangkatan, ada di antaranya yang menceritakan, “Dia sangat rajin dan bersemangat dalam mencari ilmu, sehingga dikagumi guru-gurunya dan teman-teman seangkatannya. Sangat banyak ilmu yang dia peroleh. Adapun hal yang sangat ia sukai adalah apabila ada seseorang yang duduk bersamanya dengan membacakan kepadanya sebuah kitab yang belum pernah ia dengar, atau ada orang yang berdiskusi dengannya mengenai berbagai masalah ilmu. Dia memiliki daya hapal yang sangat mengagumkan dan daya tangkap yang luar biasa.

Tatkala umunya mencapai 18 tahun, dia diperintahkan oleh guru didiknya dihadapan santri santri kecil dan agar menyuruh mereka menghapalkan beberapa matan kitab.

Ketika Fakultas Syariah Riyadh dibuka, beberapa orang gurunya menyarankan dia mengikuti kuliah. Dia mengikutinya, dan dengan demikian dia, termasuk angakatan pertama yang dihasilkan oleh fakultas tersebut pada tahun 1377 H. Kemudian, dia ditunjuk menjadi tenaga pengajar di Fakultas Syariah di kota itu.

Pada akhir hayatnya, dia pindah mengajar di fakultas yang sama di Al-Qashim, dan lewat tangannya muncullah sekian banyak mahasiswa yang kelak menjadi hakim, orator, guru, direktur, dan sebagainya.

Pada tiap musim haji, dia tergabung dalam rombongan pada mufti dan da’i, di samping kesibukannya sebagai pebisnis tanah dan rumah, sehingga dia bisa memberi nafkah kepada keluarganya dan saudara saudaranya, dan dapat pula membantu kerabat-kerabat  nya yang lain.

Adapun saudara saudaranya yang dulu sering mengejeknya semasa kecil, kini mereka mendapatkan kebaikan yang melimpah darinya, karena sebagian mereka, ada yang kebetulan tidak pandai mencari uang.

Betapa banyak karunia dan nikmat yang terkandung pada hal-hal yang tidak disukai dari diri kita. Akan tetapi, firman Allah yang Maha Agung tentu lebih tepat,

“Boleh jadi, kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah yang paling mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah:216)

Wallahu’alam bishshawab, ..
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...

Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...

... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...

~ o ~

Kisah Si kembar (Rolando & Ronaldo)

Ɣªήg terlahir dari keluarga Ɣªήg berantakan, dimana ibunya seorang penjudi & ayahnya seorang pemabuk & penjudi.

Ibu mereka terlebih dahulu meninggal pada saat si kembar tersebut masih bayi.

Ayah mereka menemani mereka sampai mereka sekolah, & meninggal juga.

Karna tidak punya keluarga Ɣªήg bersedia menampung, mereka tinggal di panti asuhan Ɣªήg berbeda.

Berita mengenai nasib malang kedua bocah kembar tersebut menghiasi koran berita lokal tempat lahir mereka di negara Mexico.

40 tahun kemudian setelah kejadian tersebut, seorang pemimpin redaksi ingin mengetahui di mana kedua bocah tersebut berada & mengutus team wartawan mereka untuk melakukan liputan khusus...

Mereka menemukan Rolando sedang berada di sebuah bar di daerah Guadelajara dalam kondisi mabuk berat dan nampaknya sudah berhari-hari tidak mandi. 

Mereka pun mewawancarai si Rolando, mengapa dia sampai begini?

Katanya sambil berteriak...
"Aku begini karena AYAHKU...
Apa Ɣªήg bisa anda harapkan dari anak seorang pemabuk...?
Inilah aku, seorang pemabuk juga...! Buah Ɣªήg jatuh tidak akan Jauh dari pohonnya..."

Sementara wartawan Ɣªήg lain menemukan Ronaldo, di kota Mexico City sebagai seorang Direktur sebuah Perusahaan Internasional Ɣªήg memiliki keluarga bahagia & harta Ɣªήg berlimpah

Mereka mewawancarai si Ronaldo, apa Ɣªήg menjadi motivasinya sehingga dia bisa menjadi sehebat ini, jawabnya ;
"Ayahku dulu seorang pemabuk & penjudi. Aku akan membuktikan kalo aku bisa menjadi orang hebat, walau lahir dari keluarga pemabuk & penjudi..."

MINDSET dalam pikiran itulah Ɣªήg menentukan kemana arah kehidupan Ɣªήg akan kita jalani.

Apakah kita melihat dari sisi NEGATIF atau ambil dari sisi POSITIFnya,
Pilihannya ada di tangan kita masing-masing.

Tanamkan dalam pikiran kita : "Buah bisa saja jatuh JAUH dari pohonnya", tergantung dari mindset dan keputusan kita!!

Berdoalah

Ya Allah..
Berikanlah kekuatan serta kesabaran kepada kami agar kami terhindar dari segala godaan hubungan cinta yang tidak Engkau ridhai.

Ya Allah..
Jauhkanlah kami dari ajakan fitnah cinta yang Engkau larang. Jagalah hati kami agar senantiasa tetap berpegang teguh pada Agama_Mu.

Ya Allah..
Berilah ketabahan kepada kami dalam sebuah penantian untuk bertemu dengan pasangan kami. Tuntunlah kami pada jalan cinta yang Engkau halalkan.

Ya Allah..
Dekatkanlah jodoh kami. Pertemukanlah kami dengan pasangan yang sebaik-baiknya menurut rencana_Mu. Sandingkanlah kami dengan pasangan yang akan semakin membawa kami untuk lebih mencintai_Mu.

Ya Allah..
Hanya kepada Engkau kami meminta. Dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan.

Aamiin Ya Rabbal 'Alamin.

Kekurangan pasangan kita

 Sepasang suami istri sedang makan malam, sang istri membuka pembicaraan. Istri : “Suamiku sayang, bolehkah aku usul ???” Suami : “Boleh is...