Hakekat, syareat, ikhlas
Hakekat warganegara adalah orang yang cinta dan taat kepada aturan negara.
Hakekat Muslim adalah orang yang cinta dan taat kepada aturan Allah.
Bedanya, cinta kepada negara cukup hanya memiliki satu komponen yaitu komponen zahir; sedangkan cinta kepada Allah harus memiliki dua komponen, yaitu komponen zahir dan komponen batin.
Hakekat Muslim adalah orang yang cinta dan taat kepada aturan Allah.
Bedanya, cinta kepada negara cukup hanya memiliki satu komponen yaitu komponen zahir; sedangkan cinta kepada Allah harus memiliki dua komponen, yaitu komponen zahir dan komponen batin.
Seorang warganegara yang memenuhi kewajiban membayar pajak kepada negara,terlepas dari ikhlas atau tidak ikhlas dalam mengeluarkannya, berarti ia seorang warganegara yang patuh.
Seorang Muslim yang mendirikan solat dinilai sebagai Muslim yang taat pada perintah Allah.
Hanya saja berbeda dengan negara, yang tidak tahu apakah kita tulus atau tidak dalam melakukannya, Allah mengetahui benar kadar keikhlasan kita.
Hanya saja berbeda dengan negara, yang tidak tahu apakah kita tulus atau tidak dalam melakukannya, Allah mengetahui benar kadar keikhlasan kita.
Padahal ikhlas adalah komponen yang sangat penting yang tidak terelakkan dalam melaksanakan syareat agama.
Ikhlas akan menjadi tolokukur dari besar kecilnya balasan pahala dari Allah. [1]
Ikhlas akan menjadi tolokukur dari besar kecilnya balasan pahala dari Allah. [1]
SYAREAT DAN IKHLAS, DUA HAL YANG TAK TERPISAHKAN
Taat membayar pajak kepada negara hanya memiliki satu aspek.
Taat kepada Allah harus mengandung dua aspek yaitu yang zahir (contohnya melaksanakan ritus ibadat) dan yang batin (yaitu keikhlasan).
Taat kepada Allah harus mengandung dua aspek yaitu yang zahir (contohnya melaksanakan ritus ibadat) dan yang batin (yaitu keikhlasan).
Jadi, kalau hakekat sama dengan taat dan cinta; melaksanakan syareat adalah pembuktianketaatan dalam bentuk aspek zahir, menyertainya dengan keikhlasan adalah pembuktian kecintaan dalam aspek batin.
Pelaksanaan syareat seperti ritus ibadat yang zahir tanpa keikhlasan yang batin hanya akan melapangkan jalan pada kemunafikan.
Sementara, penghayatan batin tanpa pelaksanaan syareat zahir --seperti ritus ibadat yang benar-- akan menjerumuskan kita pada klenik yang menyesatkan.
Jelas, pelaksanaan syareat dan menyertainya dengan sikap ikhlas merupakan suatu hal, yang tak bisa tidak, mesti dijalani secara bersamaan.
Sebab, jika tidak, perbuatan baik yang dilakukan seseorang hanya sekedar kedok untuk menutupi sifat buruknya.
Sebab, jika tidak, perbuatan baik yang dilakukan seseorang hanya sekedar kedok untuk menutupi sifat buruknya.
Itu sebabnya, ada Muslim yang solat Subuh dengan khusyu, tapi di siang harinya dengan ringan ia menyontek ujian, menerima suap, atau memfitnah orang lain.
Satu hal yang mustahil dikerjakan oleh Muslim yang melaksanakan ibadahnya disertai keikhlasan.
Satu hal yang mustahil dikerjakan oleh Muslim yang melaksanakan ibadahnya disertai keikhlasan.
Sebaliknya, pendalaman penghayatan batin --walau dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah-- jika tanpa disertai kepatuhan melaksanakan syareat yang diperintahkanNya, hanya akan mengarahkan orang tersebut pada perbuatan mistis yang menyesatkan, yang melahirkan kiai dukun alias kiai paranormal atau malah wali palsu dan nabi palsu.
IKHLAS, TAK PERLU MENUNTUT HAK
Biasakan menuntut diri kita sendiri untuk melakukan kewajiban; tak perlu menuntut hak kita kepada majikan.
Sebab, jika kita menunaikan kewajiban, majikan yang bijak akan memberikan apapun yang menjadi hak kita tanpa perlu kita menuntutnya.
Malah, bisa jadi, majikan kita akan memberi tambahan bonus yang di luar perkiraan kita.
Sebab, jika kita menunaikan kewajiban, majikan yang bijak akan memberikan apapun yang menjadi hak kita tanpa perlu kita menuntutnya.
Malah, bisa jadi, majikan kita akan memberi tambahan bonus yang di luar perkiraan kita.
Begitu pun sebagai Muslim, kita tak perlu menuntut apapun kepada Allah; sebab Allah itu jauh lebih bijak ketimbang seorang majikan.
Realitanya, kita melaksanakan peribadatan dikarenakan kita yakin dan takut kepada Allah.
Artinya, kita beribadat karena kita yakin Allah itu ada, sebab kalau tidak yakin kita tak perlu beribadat. Begitu pun kalau kita tidak takut tentunya kita tidak akan beribadat.
Karenanya, sebagai Muslim awam biasa, cukuplah kita mengatakan bahwa kita mendirikan salat fardhu dan saum di bulan ramadhan semata-mata karena kewajiban; bukan untuk menuntut.
Artinya, kita beribadat karena kita yakin Allah itu ada, sebab kalau tidak yakin kita tak perlu beribadat. Begitu pun kalau kita tidak takut tentunya kita tidak akan beribadat.
Karenanya, sebagai Muslim awam biasa, cukuplah kita mengatakan bahwa kita mendirikan salat fardhu dan saum di bulan ramadhan semata-mata karena kewajiban; bukan untuk menuntut.
Patut dicamkan, walau salat dan saum merupakan sarana untuk mendapatkan pertolongan Allah, tapi kita jangan menjadikannya sebagai alat menuntut Allah harus mengabulkan keinginan kita.
Sebab apapun yang kemudian terjadi, itulah yang terbaik yang dikehendaki Allah buat kita.
Sebab apapun yang kemudian terjadi, itulah yang terbaik yang dikehendaki Allah buat kita.
Bagi kita, Muslim awam, cukuplah kita melaksanakan perintah Allah itu sebagai bukti bahwa kita adalah pengikut Allah; bukan pengikut setan.
Tidak perlu sombong mengaku cinta kepada Allah bila perilaku kita masih ada yang bertentangan dengan tuntunan